Apakah berbicara itu mudah?
Mungkin Anda sekarang tertawa terbahak-bahak, kemudian berhenti membaca buku ini, karena Anda pikir saya sedang mempermainkan Anda. Tapi percayalah, ketika Anda diperintahkan untuk berbicara di depan orang banyak, layaknya seorang tokoh masyarakat dalam sebuah pertemuan formal, barulah Anda tersentuh untuk menjawab pertanyaan saya.
Tidak!
Ya, jelas tidak. Sungguh, berbicara itu tidak mudah. Karena jika memang mudah, pasti bayi baru lahir langsung bisa berbicara. Namun kenyataannya, bayi baru lahir harus menunggu dan berlatih selama beberapa tahun agar bisa berbicara, itu pun masih tidak jelas dan sukar dimengerti oleh orang selain orang tuanya.
Setelah bayi itu telah tumbuh menjadi remaja umur lima belas tahun, apakah berbicara menjadi mudah? Tidak juga. Berbicara tidak mudah bagi setiap orang; berapa pun umurnya, apa pun latar belakang pendidikannya, bagaimana pun kehidupan kariernya, dari mana pun dia berasal. Bahkan Presiden kita yang sudah sering berbicara ke sana kemari juga menganggap kalau berbicara itu tidak mudah.
Lho, kok bisa?
Berbicara berarti berkata-kata, saat berbicara pasti mengeluarkan kata-kata. Anda harus percaya bahwa “kata-kata itu bagaikan senjata api!” Saat Anda tidak tahu cara memainkannya, Anda bisa terluka. Tapi jika Anda paham benar cara memainkannya, Anda bisa berkuasa. Inilah analogi dari kata-kata, yang membuat berbicara menjadi sulit bagi setiap orang. Pada dasarnya, hanya ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada saat Anda berbicara: membunuh atau mati terbunuh.
Pilihan ada di tangan Anda, Anda mau menjadi “yang membunuh” dalam sebuah pembicaraan atau menjadi “yang terbunuh”.
Allah telah menganugerahi kita mulut, lidah, tenggorokan, deretan gigi serta gusi-gusinya dan pita suara. Anda mau menjadi “yang terbunuh”? Mudah saja. Pergunakan semua anugerah itu dan berbicaralah semau Anda! Akan tetapi jika Anda mau menjadi “yang membunuh”, Anda dituntut untuk berbicara cerdas dan menggetarkan. Anda harus mengerti aturan main dalam berbicara cerdas dan menggetarkan.
Dan inilah prinsip berbicara, yang akan membuat Anda menjadi "yang membunuh".
Mulut kita memiliki kemampuan untuk mengeluarkan berbagai macam hal, di antaranya:
Pada saat kita berbicara, mengeluarkan kata-kata, ada beberapa pertanyaan yang berputar-putar di pikiran kita. Anda boleh menyebutnya sebagai rumusan pembicaraan.
Itu terjadi, sadar atau tidak sadar, untuk memenuhi tujuan utama berbicara, yaitu diperhatikan, dipahami, dibenarkan dan diterapkan. Selama pembicaraan berlangsung, kita berusaha untuk menemukan jawaban dari semua pertanyaan itu.
Selain rumusan pembicaraan, kita juga berprinsip saat berbicara. Prinsip-prinsip ini menampilkan keindahan, maksud dan kebenaran kata-kata yang keluar dari mulut kita, kemudian akan membantu kita menjawab rumusan pembicaraan.
Setelah bayi itu telah tumbuh menjadi remaja umur lima belas tahun, apakah berbicara menjadi mudah? Tidak juga. Berbicara tidak mudah bagi setiap orang; berapa pun umurnya, apa pun latar belakang pendidikannya, bagaimana pun kehidupan kariernya, dari mana pun dia berasal. Bahkan Presiden kita yang sudah sering berbicara ke sana kemari juga menganggap kalau berbicara itu tidak mudah.
Lho, kok bisa?
Berbicara berarti berkata-kata, saat berbicara pasti mengeluarkan kata-kata. Anda harus percaya bahwa “kata-kata itu bagaikan senjata api!” Saat Anda tidak tahu cara memainkannya, Anda bisa terluka. Tapi jika Anda paham benar cara memainkannya, Anda bisa berkuasa. Inilah analogi dari kata-kata, yang membuat berbicara menjadi sulit bagi setiap orang. Pada dasarnya, hanya ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada saat Anda berbicara: membunuh atau mati terbunuh.
Pilihan ada di tangan Anda, Anda mau menjadi “yang membunuh” dalam sebuah pembicaraan atau menjadi “yang terbunuh”.
Allah telah menganugerahi kita mulut, lidah, tenggorokan, deretan gigi serta gusi-gusinya dan pita suara. Anda mau menjadi “yang terbunuh”? Mudah saja. Pergunakan semua anugerah itu dan berbicaralah semau Anda! Akan tetapi jika Anda mau menjadi “yang membunuh”, Anda dituntut untuk berbicara cerdas dan menggetarkan. Anda harus mengerti aturan main dalam berbicara cerdas dan menggetarkan.
Dan inilah prinsip berbicara, yang akan membuat Anda menjadi "yang membunuh".
Mulut kita memiliki kemampuan untuk mengeluarkan berbagai macam hal, di antaranya:
- Kata-kata
- Senandung
- Teriakan
- Jeritan
- Tangisan
- Desahan
- Decakan
- Gumaman
- Gerutuan
- Raungan
- Bau tidak sedap
- Air ludah
Pada saat kita berbicara, mengeluarkan kata-kata, ada beberapa pertanyaan yang berputar-putar di pikiran kita. Anda boleh menyebutnya sebagai rumusan pembicaraan.
- Siapa yang berbicara?
- Apa isi pembicaraannya?
- Bagaimana gaya berbicaranya?
- Mengapa berbicara demikian?
- Untuk apa berbicara demikian?
- Dengan siapa berbicara?
- Di mana pembicaraan berlangsung?
Itu terjadi, sadar atau tidak sadar, untuk memenuhi tujuan utama berbicara, yaitu diperhatikan, dipahami, dibenarkan dan diterapkan. Selama pembicaraan berlangsung, kita berusaha untuk menemukan jawaban dari semua pertanyaan itu.
Selain rumusan pembicaraan, kita juga berprinsip saat berbicara. Prinsip-prinsip ini menampilkan keindahan, maksud dan kebenaran kata-kata yang keluar dari mulut kita, kemudian akan membantu kita menjawab rumusan pembicaraan.
Prinsip Keindahan
Sesuatu akan menjadi indah apabila bernilai estetis. Nilai estetis ini bisa membuat orang terkesima dan puas. Nilai estetis ini juga memancing indra-indra bekerja dan memberikan apresiasi yang baik. Demikianlah apa yang dimaksud dengan indah.
Keindahan kata-kata berasal dari hati. Oleh karena itu, suara hati seseorang selalu terdengar unik dan menyentuh.
Keindahan kata-kata berasal dari hati. Oleh karena itu, suara hati seseorang selalu terdengar unik dan menyentuh.
Prinsip Efektivitas
Berbicara efektif adalah berbicara cepat, tepat dan rapi. Cepat, yaitu tidak berlarut-larut dalam mengutarakan maksud. Tepat, yaitu maksud sampai kepada orang yang diajak bicara. Rapi, yaitu kata-kata tersusun rapi sehingga dapat dipahami maksudnya. Seringkali kita berbicara tanpa memperhatikan prinsip efektivitas: pemborosan kata-kata, penggunaan kata sambung yang terlalu banyak, maksud tidak jelas, pengucapan yang salah, dsb. Ini menyebabkan lawan bicara melarikan diri sebelum pembicaraan berakhir. Kalaupun mereka tidak lari, kita tidak tahu apakah mereka memahami perkataan kita.
Ada yang berpendapat bahwa cara terbaik untuk berbicara efektif adalah berbicara menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar. Ini termasuk cara yang bagus, tapi bukanlah yang terbaik. Terkadang, berbicara seperti ini tidak tepat sasaran. Misalnya saat kita berbicara dengan orang yang berumur sangat tua, katakanlah 70 tahun ke atas, atau dengan anak-anak berumur 10 tahun ke bawah.
Beranikah Anda berbicara dengan mereka menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar?
Saya rasa Anda tahu persis jawabannya.
Jadi, apa cara terbaik untuk berbicara efektif?
Kita tidak bisa memungkiri bahwa berbicara efektif secara spontan itu tidak semudah berbicara efektif saat berpidato. Tapi itu bukanlah rintangan bagi kita untuk berbicara efektif, kapan pun dan di mana pun. Telah saya katakan sebelumnya bahwa berbicara efektif adalah berbicara cepat, tepat dan rapi.
Cepat, yaitu tidak berlarut-larut dalam mengutarakan maksud. Cobalah untuk tenang saat berbicara. Redam emosi yang berlebihan, karena emosi yang berlebihan – baik itu marah atau pun semangat – menyebabkan kita bingung dalam merangkai kata.
Tepat, yaitu maksud sampai kepada orang yang diajak berbicara. Perhatikan pembawaan Anda ketika berbicara. Sesuaikan gaya berbicara dan diksi Anda dengan keadaan lawan bicara, apakah dia tua atau muda, laki-laki atau perempuan, orang biasa atau pejabat, karyawan atau bos.
Rapi, yaitu kata-kata tersusun rapi sehingga dapat dipahami maksudnya. Fokuslah pada pembicaraan, karena ketidafokusan bisa mengakibatkan hilangnya kontrol Anda terhadap apa yang keluar dari mulut Anda. Hindari penggunaan kata-kata yang rancu dan bersayap (multitafsir) seperti anu, gitu-gituan, ya begitulah pokoknya dan sebagainya.
Ada yang berpendapat bahwa cara terbaik untuk berbicara efektif adalah berbicara menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar. Ini termasuk cara yang bagus, tapi bukanlah yang terbaik. Terkadang, berbicara seperti ini tidak tepat sasaran. Misalnya saat kita berbicara dengan orang yang berumur sangat tua, katakanlah 70 tahun ke atas, atau dengan anak-anak berumur 10 tahun ke bawah.
Beranikah Anda berbicara dengan mereka menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar?
Saya rasa Anda tahu persis jawabannya.
Jadi, apa cara terbaik untuk berbicara efektif?
Kita tidak bisa memungkiri bahwa berbicara efektif secara spontan itu tidak semudah berbicara efektif saat berpidato. Tapi itu bukanlah rintangan bagi kita untuk berbicara efektif, kapan pun dan di mana pun. Telah saya katakan sebelumnya bahwa berbicara efektif adalah berbicara cepat, tepat dan rapi.
Cepat, yaitu tidak berlarut-larut dalam mengutarakan maksud. Cobalah untuk tenang saat berbicara. Redam emosi yang berlebihan, karena emosi yang berlebihan – baik itu marah atau pun semangat – menyebabkan kita bingung dalam merangkai kata.
Tepat, yaitu maksud sampai kepada orang yang diajak berbicara. Perhatikan pembawaan Anda ketika berbicara. Sesuaikan gaya berbicara dan diksi Anda dengan keadaan lawan bicara, apakah dia tua atau muda, laki-laki atau perempuan, orang biasa atau pejabat, karyawan atau bos.
Rapi, yaitu kata-kata tersusun rapi sehingga dapat dipahami maksudnya. Fokuslah pada pembicaraan, karena ketidafokusan bisa mengakibatkan hilangnya kontrol Anda terhadap apa yang keluar dari mulut Anda. Hindari penggunaan kata-kata yang rancu dan bersayap (multitafsir) seperti anu, gitu-gituan, ya begitulah pokoknya dan sebagainya.
Prinsip Keunikan
Pernahkah Anda mendengar kutipan dari seorang tokoh kenamaan? Ingatkah Anda tentang kutipan “gitu aja kok repot!” khas pak Gusdur? Anda pasti masih mengingatnya. Bertahun-tahun kutipan itu melekat di ingatan, meski pak Gusdur tidak lagi bersama kita.
Apa yang membuat kutipan sederhana seperti itu bertahan melewati waktu?
Jawabannya adalah keunikan. Keunikan membuat suatu hal melekat kuat di ingatan, karena keunikan adalah satu-satunya, tidak ada duanya dan tak ada yang menyamainya. Kata-kata yang unik, meskipun sederhana tetapi mengejutkan dan tidak sering diucapkan, membuat Anda diperhatikan dan diingat selalu.
Apa yang membuat kutipan sederhana seperti itu bertahan melewati waktu?
Jawabannya adalah keunikan. Keunikan membuat suatu hal melekat kuat di ingatan, karena keunikan adalah satu-satunya, tidak ada duanya dan tak ada yang menyamainya. Kata-kata yang unik, meskipun sederhana tetapi mengejutkan dan tidak sering diucapkan, membuat Anda diperhatikan dan diingat selalu.
Prinsip Kecermatan
Seorang guru matematika kerap kali berkata kepada para muridnya, “kerjakanlah soal-soal itu dengan cermat!” Dia bermaksud mengingatkan para muridnya untuk teliti dalam berhitung, berhati-hati dalam memahami soal, gunakan cara berhitung yang paling jelas dan menjawab dengan jawaban yang tepat. Inilah yang dinamakan cermat: teliti, mendetail dan tepat.
Pengucapan yang salah dan penggunaan yang tidak tepat (tidak sesuai dengan konteks) terhadap kata-kata dapat mengurangi nilai kecermatan perkataan yang keluar dari mulut kita.
Misalnya memangkas kayu. Terdengar aneh, bukan? Ya, terdengar aneh karena tidak cermat. Di sini ada penggunaan kata yang tidak sesuai konteks, yaitu kata “memangkas”. Akan lebih pas jika kata tersebut diganti menjadi kata “memotong”. Memotong kayu, sekarang jauh lebih baik.
Kemudian minun air putih. Barangkali sang pembicara terlalu terburu-buru atau gugup sehingga salah menyebutkan kata “minum” menjadi “minun”. Tentu, ini juga terdengar aneh.
Oleh karena itu, kita dituntut untuk memperhatikan pilihan kata saat berbicara. Ini semua agar perkataan kita tidak terdengar aneh dan lawan bicara kita tidak melarikan diri. Kita juga dituntut untuk memahami apa yang kita bicarakan, kata per kata. Jangan menggunakan kata-kata yang tidak kita pahami. Seandainya kita memahaminya namun tidak demikian dengan lawan bicara kita, jangan diteruskan dan gunakan kata lainnya yang lebih mereka pahami.
Perhatikan kalimat berikut ini!
Pengucapan yang salah dan penggunaan yang tidak tepat (tidak sesuai dengan konteks) terhadap kata-kata dapat mengurangi nilai kecermatan perkataan yang keluar dari mulut kita.
Misalnya memangkas kayu. Terdengar aneh, bukan? Ya, terdengar aneh karena tidak cermat. Di sini ada penggunaan kata yang tidak sesuai konteks, yaitu kata “memangkas”. Akan lebih pas jika kata tersebut diganti menjadi kata “memotong”. Memotong kayu, sekarang jauh lebih baik.
Kemudian minun air putih. Barangkali sang pembicara terlalu terburu-buru atau gugup sehingga salah menyebutkan kata “minum” menjadi “minun”. Tentu, ini juga terdengar aneh.
Oleh karena itu, kita dituntut untuk memperhatikan pilihan kata saat berbicara. Ini semua agar perkataan kita tidak terdengar aneh dan lawan bicara kita tidak melarikan diri. Kita juga dituntut untuk memahami apa yang kita bicarakan, kata per kata. Jangan menggunakan kata-kata yang tidak kita pahami. Seandainya kita memahaminya namun tidak demikian dengan lawan bicara kita, jangan diteruskan dan gunakan kata lainnya yang lebih mereka pahami.
Perhatikan kalimat berikut ini!
Lembaga belajar dan mengajar itu mengorbitkan murid-murid yang cendekia dan inteligen
Kemudian bandingkan dengan kalimat berikut ini!
Sekolah itu menghasilkan murid-murid yang pandai
Kedua kalimat tersebut memiliki arti yang sama. Kalimat kedua memang simpel dan tidak sekeren dan seeksotis kalimat pertama, namun kalimat kedua lebih mudah dipahami. Kalimat kedua adalah salah satu contoh kalimat yang cermat: tidak mendewakan keindahan tapi tetap mudah dipahami.
Prinsip Etis
Berbicara dengan memegang prinsip etis berarti berbicara dengan memperhatikan nilai-nilai moral yang berlaku. Prinsip ini berkaitan erat dengan budi pekerti. Jika dirinci, maka ciri-ciri pembicaraan yang etis adalah sebagai berikut:
- Tidak berkata kotor dan cabul;
- Tidak berkata kasar;
- Tidak membentak;
- Tidak berteriak ketika lawan bicara tidak menyuruh Anda berteriak;
- Tidak melirihkan suara ketika lawan bicara menyuruh Anda mengeraskan suara;
- Tidak menyinggung perasaan lawan bicara, kecuali jika interaksi dengan lawan bicara memaksa Anda untuk melakukannya.
Prinsip Logis
Logis berarti berpikir secara benar, sah, dan dapat dibuktikan, secara sempit logis sama artinya dengan masuk akal. Sejatinya logis hanyalah permasalahan benar atau tidak.
Contoh kalimat yang logis adalah, “sesuatu yang mengalami perubahan pasti berubah.” Sementara contoh kalimat yang tidak logis adalah, “semua hewan berbuntut adalah kucing.” Sejauh ini tentu kalian dapat membedakan mana yang logis mana yang tidak logis.
Pembicara yang baik harus menguasai hukum logika dan menggunakan prinsip logis dalam setiap pembicaraannya. Pendengar non-intelek saja tidak menerima perkataan yang tidak logis, apalagi pendengar yang intelek, yang juga menguasai hukum logis.
Contoh kalimat yang logis adalah, “sesuatu yang mengalami perubahan pasti berubah.” Sementara contoh kalimat yang tidak logis adalah, “semua hewan berbuntut adalah kucing.” Sejauh ini tentu kalian dapat membedakan mana yang logis mana yang tidak logis.
Pembicara yang baik harus menguasai hukum logika dan menggunakan prinsip logis dalam setiap pembicaraannya. Pendengar non-intelek saja tidak menerima perkataan yang tidak logis, apalagi pendengar yang intelek, yang juga menguasai hukum logis.
Prinsip Kebenaran
Banyak orang mengatakan inilah prinsip yang paling penting dan harus digunakan oleh setiap pembicara. Memang kalau kita lihat dari segi mana saja, kebenaran harus ada di setiap hal karena siapa pun hanya percaya pada kebenaran. Kebenaran juga biasanya bersifat logis.
Balikpapan, 26 Juli 2015
Hary Irfantri
Hary Irfantri
Referensi:
Berbagai Sumber
Berbagai Sumber